Selasa, 11 Desember 2012

Teknologi Kreatif ala Jurusan Teknik Pertanian Faperta UNILA


Teknologi Kreatif ala Jurusan Teknik Pertanian Faperta Unila


JURUSAN teknologi pertanian. Dari namanya pasti sudah terbayang jurusan ini sangat erat kaitannya dengan teknologi yang berhubungan dengan pertanian. Ya, jurusan ini memang aktif melakukan penelitian menghasilkan alat-alat pertanian dengan teknologi baru yang dapat mempermudah masyarakat. Tak hanya petani, teknologi yang dihasilkan juga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat umum.
    Banyak alat baru dengan teknologi sederhana namun bermanfaat yang telah dihasilkan. Mulai alat pengupas kulit tangkil, alat pengupas kulit ari kedelai yang sangat membantu industri pembuatan tahu tempe, hingga granulator yakni alat yang menjadikan tepung berbentuk granul.
    Tahun ini, salah satu dosen jurusan tersebut kembali menemukan dan menerapkan teknologi terbaru untuk membantu masyarakat di industri rumahan pengolahan ikan. Dia adalah Sri Waluyo. Pria ini yang telah memberikan perubahan besar untuk masyarakat di Kecamatan Pasirsakti, Lampung Timur. Dengan inovasinya, usaha rumahan pengasapan ikan di daerah tersebut maju dan mampu mendongkrak produksi 100 persen lebih.
Jika dahulu dalam sehari usaha ini hanya mampu mengolah 50 hingga 60 kilogram ikan, saat ini telah mencapai 130 kg.
    Ia mengatakan mulai melakukan survei sejak Mei 2011 lalu. Berdasarkan hasil survei itu, terpilihlah Pasirsakti. ’’Daerah nelayan tersebut belum mendapatkan perhatian, bahkan bantuan,” katanya menyebut alasan pemilihan Pasirsakti.
    Kemudian setelah mendaftar berbagai persoalan yang ada, ditemukanlah masalah prioritas yang harus dipecahkan. Yakni pengolahan ikan asap yang harus diperbaiki.
    ’’Selain kuantitas produksi rendah, masalah higienitas pun ternyata tak terjaga. Jadi, pengolahan ikan asap menggunakan pemanggang yang tertutup, sehingga asap pun terkumpul di dalam pemanggang. Padahal, itu bisa membuat tampilan ikan tidak menarik,” terangnya.
    Lalu, pengolah pun tak memperhatikan higienitas makanan. Sebab, jelaga akibat asap dapat mengontaminasi makanan dan menyebabkan penyakit. ’’Selain tidak bersih, juga tak hemat energi,” paparnya.
    Dijelaskan, masyarakat pengolah ikan hanya menggunakan pemanggang dari seng, sehingga menyebabkan adanya potensi kehilangan panas. Oleh sebab itu, alat ini lantas dimodifikasi dengan menambahkan tripleks.
    ’’Untuk membahas inovasi terbaru ini, tak hanya saya, tetapi juga dibantu Pak Warji sebagai ahli perancangan, Ibu Dyah untuk yang mengetahui seluk beluk pengolahan ikan, serta Pak Arif yang mengerti administrasi bisnis,” ungkapnya.    
    Sudah satu bulan ini, menurutnya, alat yang dibuat dengan investasi Rp10 juta per oven itu digunakan. Satu oven tersusun 8 tray. Tray dibuat dari stainless steel yang diperkirakan awet hingga 5 tahun. Setiap tray mampu menampung 200 potong ikan sembilang yang merupakan makanan favorit masyarakat sekitar. Alat ini dilengkapi cerobong sehingga asap tidak hanya berkumpul di dalam oven.
    ’’Sebelumnya mereka menggunakan oven dengan 3 tray, tetapi tergolong tidak tahan lama. Lalu dulu waktu pengasapan hingga 3 jam, saat ini lebih cepat setengah jam,” beber Waluyo.
    Untuk masalah rasa, menurutnya, tergantung bumbu. Namun untuk tampilan, ikan asap ini menggunakan alat tersebut terlihat lebih cerah dan menarik. ’’Alat ini juga akan dipamerkan di Jakarta,” ucapnya. (c1/fik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar