Selasa, 11 Desember 2012

Kita dan Pertanian


Ketika orang-orang berpikir investasi emas adalah investasi yang tepat di era global dengan pasar bursa yang tak pasti, sesungguhnya ada investasi yang lebih mahal dan lebih berharga, yakni investasi ilmu pengetahuan. Miris memang, kenyataannya ilmu pengetahuan masih saja kalah dengan paradigma yang sudah melekat kuat di masyarakat. Sebagai seorang mahasiswa pertanian, seringkali mereka masyarakat awam memandang saya dengan setengah mata. Masyarakat saat ini masih saja lebih mengagungkan mereka yang mengambil pendidikan kedokteran. Padahal secara logika, mau makan apa mereka jika tidak makan hasil dari pertanian, mau makan apa mereka jika suatu saat nanti negara kita mengimpor seluruh hasil pertanian dari negara lain hanya karena semua orang lebih memilih jadi dokter.
Perkembangan terbaru adalah munculnya putusan Mahkamah Agung yang mencabut ketentuan impor barang jadi oleh produsen malah berakibat semakin derasnya arus impor barang di Indonesia. Memberi kesan seolah-olah negara kita adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, namun tidak dimanfaatkan dengan baik oleh sumber daya manusia negara itu sendiri. Tak ada yang patut di salahkan, termasuk pihak pemerintah yang masih larut dengan masalah pribadinya yaitu KKN. Harusnya semua elemen memiliki rasa prihatin terhadap negaranya sendiri, termasuk kita sendiri mahasiswa. Berkoar-koar di bawas teriknya sinar matahari atau menerjang derasnya hujan seharusnya tak perlu kita lakukan, lebih baik kita berpikir dan melakukan laku yang lebih nyata terhadap negara kita, tak perlu jauh-jauh, sebagai mahasiswa pertanian kita sebenarnya sangat  memiliki andil dalam mengembangkan pertanian kita.
Kembali kita fokus pada putusan Mahkamah Agung, mereka berdalih agar perusahan manufaktur mendapat kesempatan untuk memperpanjang pasar suatu produk, sebelum memutuskan investasi produksi di dalam negeri karena industri sendiri masih sangat membutuhkan impor produk. Impor ikan sendiri juga dikabarkan naik 35 persen, ini untuk mengatasi kelangkaan bahan baku industri pemindangan dengan ikan jenis subtropis yang tidak ada di perairan.
Orang yang hebat sebenarnya adalah orang yang bisa mengubah masalah menjadi sebuah inovasi, saatnya kita bertindak nyata disini. Menjadi SDM handal, memperbanyak ilmu untuk memajukan negara kita sendiri. Bila masa perang dunia sudah lewat, kita masih bisa menjadi pahlawan yang tak harus bersimbah darah berjuang mencapai kemeredekaan, padahal kita hanya diminta untuk berkontribusi dalam mempertahankan kemerdekaan.
Sudah saatnya lahir petani-petani Indonesia yang berbanding lurus dengan perkembangan zaman, teknologi baru seharusnya sudah banyak beredar di negara kita agar kita tidak menjadi negara manja yang terus mengimpor barang-barang dari luar, agar produk dalam negeri tak kalah saing dengan produk luar, agar para petani kita menjadi lebih sejahtera, agar perekonomian kita tak selalu terlilit hutang yang besar dan tentunya mengurangi angka pengangguran.
Pembangunan infrastruktur dan di dukung dengan teknologi pertanian hasil inovasi karya anak bangsa sendiri itu lebih membanggakan. Bisa sebagai contoh yaitu kampung pangan terpadu yang ada di Jambi saat puncak peringatan Hari Pers Nasional ke-27 yang baru-baru ini diselenggarakan di Jambi. Itulah salah satu contoh konkrit yang harusnya kita sebagai pemuda intelek tiru. Bukan sekedar turun di jalan mengumbar teriakan. Mengutip kata-kata sang presiden, dewasanya setiap jengkal tanah, setiap wilayah perairan, “mari kita gunakan untuk meningkatkan sumber pangan di negeri kita ini, apalagi di tengah gejolak pangan dunia seperti sekarang ini.” Untuk itu, mari kita bertindak dan berperan nyata dalam perkembangan teknologi Indonesia. Hidup pertanian Indonesia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar